Pendidikan
menurut islam mempunyai kedudukan yang tinggi. Ini dibuktikan dengan wahyu
pertama yang dismpaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang menyuruh beliau membaca
dalam keadaan beliau yang ummi. Di samping itu, wahyu ini juga mengandung
suruhan belajar mengenali Allah SWT, memahami fenomena alam serta mengenali
diri yang merangkumi prinsip – prinsip aqidah, ilmu, dan amal. Ketiga prinsip
ini merupakan serambi falsafah pendidikan Islam.
Belajar adalah
suatu kata yang akrab dengan semua lapisan masyarakat dan merupakan kegiatan
yang paling banyak dilakukan orang. Bagi para pelajar atau mahasiswa kata
“belajar” merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua kegiatan mereka
dalam menuntut ilmu di lembaga pendidikan formal. Belajar dapat dilakukan
hampir setiap waktu, kapan saja, dan dimana saja sesuai dengan keinginan.
Belajar adalah
kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam
penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil
atau gagalnya pendidikan itu sangat bergantung pada proses belajar yang dialami
siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun lingkungan rumah atau
keluarganya sendiri.
Oleh karena itu,
pemahaman yang benar mengenai arti belajar dengan segala aspek, bentuk, dan
manifestasinya mutlak diperlukan oleh para pendidik khususnya para guru.
Kekeliruan atau ketidaklengkapan persepsi mereka terhadap proses belajar dan
hal – hal yang berkaitan dengannya mungkin akan mengakibatkan kurang bermutunya
hasil pembelajaran yang dicapai peserta didik.
Sebagian orang
beranggapan belajar adalah semata – mata mengumpulkan atau menghafalkan fakta –
fakta yang tersaji dalam bentuk informasi/materi pelajaran. Orang yang
beranggapan demikian biasanya akan segera merasa bangga ketika anak – anaknya
telah mampu menyebutkan kembali secara lisan (verbal ) sebagian besar
informasi yang terdapat dalam buku teks atau yang diajarkan oleh guru. Ada juga yang memandang
belajar sebagai pelatihan belaka seperti yang tampak pada pelatihan membaca,
menulis, dan menghitung. Persepsi ini biasanya membuat mereka merasa cukup puas
bila anak – anak mereka telah mampu memperlihatkan keterampilam jasmaniah
tertentu ataupun nilai di raport yang bagus walaupun tanpa pengetahuan mengenai
arti, hakikat, dan tujuan dari kegiatan belajar tersebut.
1.
Depdiknas (2003) mendefinisikan belajar sebagai proses membangun
makna/pemahaman terhadap informasi dan/atau pengalaman. Proses membangun makna
tersebut dapat dilakukan sendiri oleh siswa atau bersama orang lain. Proses itu
disaring dengan persepsi, pikiran (pengetahuan awal), dan perasaan siswa.
Belajar bukanlah proses menyerap pengetahuan yang sudah jadi bentukan guru. Hal
ini terbukti, yakni hasil ulangan para siswa berbeda-beda padahal mendapat
pengajaran yang sama, dari guru yang sama, dan pada saat yang sama. Mengingat
belajar adalah kegiatan aktif siswa, yaitu membangun pemahaman, maka
partisipasi guru jangan sampai merebut otoritas atau hak siswa dalam membangun
gagasannya.
2.
James O. Whittaler mengatakan learning may be defined as the process by which
behavior originates or is altered through training or experience. Belajar
sebagai proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan
atau pengalaman.
3.
Cronbach, berpendapat bahwa learning is shown by change in behavior as a result
of experience. Belajar sebagai aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
4.
Howard L. Kingskey mengatakan bahwa learning is the process by which behavior (
in the broader sense ) is originated or changed through practice or training.
Belajar adalah proses di mana tingkah laku ( dalam arti luas ) ditimbulkan atau
diubah melalui praktek atau latihan.
5.
Skinner dalam bukunya Educational Psychology : The teaching-Learning Process,
berpendapat bahwa belajar adalah proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku
yang berlangsung secara progresif. Berdasarkan eksperimennya, Skinner percaya
bahwa proses adaptasi tersebut akan mendatangkan hasil yang optimal apabila
diberi penguat ( reinforcer )
6.
Chaplin dalam Dictionary of Psychology membatasi belajar dengan dua macam
rumusan
a.
Acquisition of any relatively permanent change in behavior as a result of
practice and experience. Belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang
relatif menetap sebagai akibat praktik dan pengalaman.
b.
Process of acquiring responses as a result of special practice. Belajar adalah
proses memperoleh respon – respon sebagai akibat adanya pelatihan khusus.
7.
Hinzmant dalam bukunya The Psychology of Learning and Memory can affect the
organism’s behavior. Belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri
organisme ( manusia atau hewan ) disebabkan oleh pengalaman yang dapat
memengaruhi tingkah laku organisme tersebut. Jadi dalam pandangan Hinzmant,
perubahan yang ditimbulkan oleh pengalaman tersebut baru dapat dikatakan
belajar apabila memengaruhi organisme.
8.
Reber dalam Dictionary of Psychology membatasi belajar dengan dua macam
definisi
a.
The process of acquiring knowlegde, yakni proses memperoleh pengetahuan.
b.
A relatively permanent change in respon potentiality which occurs as a result
of reinforced practice, yaitu suatu perubahan kemampuan bereaksi yang relatif
langgeng sebagai hasil praktik yang diperkuat.
9.
Biggs dalam pendahuluan Teaching for Learning mendefinisikan belajar dalam tiga
macam rumusan.
a.
Kualitatif. Dalam rumusan ini, kata – kata seperti perubahan dan tingkah laku
tidak lagi disebut secara eksplisit mengingat kedua istilah ini sudah menjadi
kebenaran umum yang diketahui semua orang yang terlibat dalam proses pendidikan
b.
Kuantitatif. Belajar berarti kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan
kognitif dengan fakta sebanyak – banyaknya. Jadi belajar dipandang dari sudut
banyaknya materi yang dikuasai siswa.
c.
Institusional. Belajar dipandang sebagai proses validasi atau pengabsahan
terhadap penguasaan siswa atas materi yang telah ia pelajari.
10.
Drs. Slameto merumuskan pengertian belajar sebagai suatu proses usaha yang
dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya.lah
11.
Moh. Surya (1997) : “belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang
dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara
keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam
berinteraksi dengan lingkungannya”.
12.
Gagne memberikan dua definisi tentang belajar
a. Belajar
adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan,
kebiasaan, dan tingkah laku
b. Belajar
adalah pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari instruksi
Timbulnya keanekaragaman pendapat para
ahli tersebut adalah fenomena yang wajar karena adanya perbedaan titik pandang.
Selain itu, perbedaan antara satu situasi belajar dengan situasi belajar yang
lainnya diamati oleh para ahli juga dapat menimbulkan perbedaan pandangan.
Bertolak dari berbagai definisi yang telah diuraikan tadi, secara umum belajar
dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang
relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang
melibatkan proses kognitif. Sehubungan dengan pengertian ini, perlu diutarakan
sekali lagi bahwa perubahan tingkah laku yang timbul akibat proses kematangan,
keadaan gila, mabuk, lelah dan jenuh tidak dapat dipandang sebagai proses
belajar.
Jika hakikat belajar adalah perubahan
tingkah laku, maka ada beberapa perubahan tertentu yang dimasukkan ke dalam
ciri – ciri belajar. Dalam hal ini, Moh Surya (1997) mengemukakan ciri-ciri
dari perubahan perilaku, yaitu :
1. Perubahan
yang disadari dan disengaja (intensional).
Perubahan perilaku yang terjadi merupakan
usaha sadar dan disengaja dari individu yang bersangkutan. Begitu juga dengan
hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan menyadari bahwa dalam dirinya telah
terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya semakin bertambah atau
keterampilannya semakin meningkat, dibandingkan sebelum dia mengikuti suatu
proses belajar. Misalnya, seorang mahasiswa sedang belajar tentang psikologi
pendidikan. Dia menyadari bahwa dia sedang berusaha mempelajari tentang
Psikologi Pendidikan. Begitu juga, setelah belajar Psikologi Pendidikan dia
menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan perilaku, dengan
memperoleh sejumlah pengetahuan, sikap dan keterampilan yang berhubungan dengan
Psikologi Pendidikan.
2.
Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu).
Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan
yang dimiliki pada dasarnya merupakan kelanjutan dari pengetahuan dan
keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya. Begitu juga, pengetahuan, sikap
dan keterampilan yang telah diperoleh itu, akan menjadi dasar bagi pengembangan
pengetahuan, sikap dan keterampilan berikutnya. Misalnya, seorang mahasiswa
telah belajar Psikologi Pendidikan tentang “Hakekat Belajar”. Ketika dia
mengikuti perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”, maka pengetahuan, sikap dan
keterampilannya tentang “Hakekat Belajar” akan dilanjutkan dan dapat
dimanfaatkan dalam mengikuti perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”.
3.
Perubahan yang fungsional.
Setiap perubahan perilaku yang terjadi
dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup individu yang bersangkutan, baik
untuk kepentingan masa sekarang maupun masa mendatang. Contoh : seorang
mahasiswa belajar tentang psikologi pendidikan, maka pengetahuan dan
keterampilannya dalam psikologi pendidikan dapat dimanfaatkan untuk mempelajari
dan mengembangkan perilaku dirinya sendiri maupun mempelajari dan mengembangkan
perilaku para peserta didiknya kelak ketika dia menjadi guru.
4.
Perubahan yang bersifat positif.
Perubahan perilaku yang terjadi bersifat
normatif dan menujukkan ke arah kemajuan. Misalnya, seorang mahasiswa sebelum
belajar tentang Psikologi Pendidikan menganggap bahwa dalam dalam Prose Belajar
Mengajar tidak perlu mempertimbangkan perbedaan-perbedaan individual atau
perkembangan perilaku dan pribadi peserta didiknya, namun setelah mengikuti
pembelajaran Psikologi Pendidikan, dia memahami dan berkeinginan untuk
menerapkan prinsip – prinsip perbedaan individual maupun prinsip-prinsip
perkembangan individu jika dia kelak menjadi guru.
5.
Perubahan yang bersifat aktif.
Untuk memperoleh perilaku baru, individu
yang bersangkutan aktif berupaya melakukan perubahan. Misalnya, mahasiswa ingin
memperoleh pengetahuan baru tentang psikologi pendidikan, maka mahasiswa
tersebut aktif melakukan kegiatan membaca dan mengkaji buku-buku psikologi
pendidikan, berdiskusi dengan teman tentang psikologi pendidikan dan
sebagainya.
6.
Perubahan yang bersifat permanen.
Perubahan perilaku yang diperoleh dari
proses belajar cenderung menetap dan menjadi bagian yang melekat dalam dirinya.
Misalnya, mahasiswa belajar mengoperasikan komputer, maka penguasaan
keterampilan mengoperasikan komputer tersebut akan menetap dan melekat dalam
diri mahasiswa tersebut.
7.
Perubahan yang bertujuan dan terarah.
Individu melakukan kegiatan belajar pasti
ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan jangka pendek, jangka menengah
maupun jangka panjang. Misalnya, seorang mahasiswa belajar psikologi
pendidikan, tujuan yang ingin dicapai dalam panjang pendek mungkin dia ingin
memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang psikologi pendidikan
yang diwujudkan dalam bentuk kelulusan dengan memperoleh nilai A. Sedangkan
tujuan jangka panjangnya dia ingin menjadi guru yang efektif dengan memiliki
kompetensi yang memadai tentang Psikologi Pendidikan. Berbagai aktivitas
dilakukan dan diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
8.
Perubahan perilaku secara keseluruhan.
Perubahan perilaku belajar bukan hanya
sekedar memperoleh pengetahuan semata, tetapi termasuk memperoleh pula perubahan
dalam sikap dan keterampilannya. Misalnya, mahasiswa belajar tentang
“Teori-Teori Belajar”, disamping memperoleh informasi atau pengetahuan tentang
“Teori-Teori Belajar”, dia juga memperoleh sikap tentang pentingnya seorang
guru menguasai “Teori-Teori Belajar”. Begitu juga, dia memperoleh keterampilan
dalam menerapkan “Teori-Teori Belajar”.
Belajar adalah key term ( istilah kunci )
yang paling vital dalam setiap usaha pendidikan, sehingga tanpa belajar
sesungguhnya tidak pernah ada pendidikan. Sebagai suatu proses, belajar hampir
selalu mendapat tempat yang luas dalam berbagai disiplin ilmu yang berkaitan
dengan upaya kependidikan, misalnya psikologi pendidikan. Karena pentingnya
arti belajar, maka bagian terbesar upaya riset dan eksperimen psikologi
pendidikan pun diarahkan pada tercapainya pemahaman yang lebih luas dan
mendalam mengenai proses perubahan manusia itu.
Perubahan dan kemampuan untuk berubah
merupakan batasan dan makna yang terkandung dalam belajar. Karena kemampuan
berubahlah, manusia terbebas dari kemandegan fungsinya sebagai khalifah di
bumi. Selain itu, dengan kemampuan berubah melalui belajar itu, manusia secara
bebas dapat mengeksplorasi, memilih, dan menetapkan keputusan – keputusan
penting untuk kehidupannya.
Pada
hakikatnya pendidikan atau belajar mempunyai tujuan, yaitu :
1. Untuk
mengembangkan potensi kepribadian manusia sesuai dengan kodrat dan hakekatnya,
yakni seluruh aspek pembawaannya seoptimal mungkin. Dengan demikian secara
potensial keseluruhan potensi manusia diisi kebutuhannya supaya berkembang
secara wajar.
a. Potensi
jasmani (fisiologis dan panca indera), menurut ilmu kesehatan memerlukan gizi
dan berbagai vitamin termasuk udara yang bersih dan lingkungan yang sehat
sebagai prakondisi hidupnya.
b. Potensi
– potensi rohaniah (psikologis dan hati nurani ), juga membutuhkan makanan.
Makanan rohniah ini terutama kesadaran cinta kasih, kesadaran
kebutuhan/keagamaan, sastra, dan filsafat. Hidup rohaniah ini pangkal
kebahagiaan manusia.
2. Dengan
mengingat proses pertumbuhan dan perkembangan kepribadian manusia bersifat
hidup dan dinamis, maka pendidikan wajar berlangsung selama hidup.
Tujuan belajar
menurut Soemitro sebagai mana yang dikutip Zahara Idris (1992) memiliki hirarki
atau tingkatan sebagai berikut :
1.
Tujuan umum belajar
a.
Memahami, mengerti dan mencintai dirinya ( individualitas )
b. Memahami,
mencintai dan mengerti orang lain ( sosialitoir )
c.
Menyadari, memiliki norma kesusilaan dan nilai – nilai kemanusiaan
d. Bertindak
dan berbuat sesuai dengan kesusilaan, nilai – nilai hidup atas tanggung jawab
sendiri demi kebahagiaan dirinya dan masyarakat ( moralitas )
2.
Tujuan khusus belajar
a.
Tujuan sementara, yaitu tujuan yang dicapai anak pada setiap fase – fase tertentu
dari pendidikan
b. Tujuan
tidak lengkap, yaitu tujuan yang berkaitan dengan aspek kepribadian tertentu
c.
Tujuan intermedier (perantara), yaitu tujuan sebagai alat untuk mencapai tujuan
lain, demi kelancaran pendidikan selanjutnya.
d. Tujuan
insidental, yaitu tujuan yang bersifat sesaat/seketika
Pada saat ini,
kenyataannya tujuan belajar setiap individu memainkan peranan penting dalam
mempertahankan kehidupan sekelompok umat manusia di tengah – tengah persaingan
di antara bangsa – bangsa yang terlebih dahulu maju karena belajar. Selain itu
banyak sekali orang tua, masyarakat, dan peserta didik yang mengukur
keberhasilan belajar hanya dari hasil belajar berupa nilai ( angka ) yang
tertera di dalam laporan ( raport ) bukan dilihat dari berbagai aspek yang
lain.
Seorang anak
dilihat sukses dalam belajar jika mendapatkan nilai yang baik dalam tugas, tes
harian, tes tengah semester ataupu ujian akhir tanpa melihat dan memperhatikan
proses yang dialami anak baik secara individual, sosial , maupun moralitas.
Yang terpenting bagi mereka hanyalah nilai, tidak peduli bagaimana mereka
mencapainya. Apakah itu berbuat curang ataupun tidak sudah tidak menjadi
permasalahan lagi, karena orientasi mereka hanyalah bagaimana mendapatkan nilai
yang terbaik agar dapat melanjutkan ke tingkat pendidikan selanjutnya yang
memang mensyaratkan nilai sebagai acuan atau dasar dari diterima atau tidaknya
mereka di sekolah yang mereka pilih.
Menurut Gagne
(Abin Syamsuddin Makmun, 2003), perubahan perilaku yang merupakan hasil belajar
dapat berbentuk :
1.
Informasi verbal; yaitu penguasaan informasi
dalam bentuk verbal, baik secara tertulis maupun tulisan, misalnya pemberian
nama-nama terhadap suatu benda, definisi, dan sebagainya.
2. Kecakapan
intelektual; yaitu keterampilan individu dalam
melakukan interaksi dengan lingkungannya dengan menggunakan simbol-simbol,
misalnya: penggunaan simbol matematika. Termasuk dalam keterampilan intelektual
adalah kecakapan dalam membedakan (discrimination), memahami konsep
konkrit, konsep abstrak, aturan dan hukum. Ketrampilan ini sangat dibutuhkan
dalam menghadapi pemecahan masalah.
3. Strategi
kognitif; kecakapan individu untuk melakukan
pengendalian dan pengelolaan keseluruhan aktivitasnya. Dalam konteks proses pembelajaran,
strategi kognitif yaitu kemampuan mengendalikan ingatan dan cara – cara
berfikir agar terjadi aktivitas yang efektif. Kecakapan intelektual
menitikberatkan pada hasil pembelajaran, sedangkan strategi kognitif lebih
menekankan pada pada proses pemikiran.
4. Sikap;
yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk memilih macam
tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain. Sikap adalah keadaan dalam diri
individu yang akan memberikan kecenderungan vertindak dalam menghadapi suatu
obyek atau peristiwa, didalamnya terdapat unsur pemikiran, perasaan yang
menyertai pemikiran dan kesiapan untuk bertindak.
5. Kecakapan
motorik; ialah hasil belajar yang berupa kecakapan
pergerakan yang dikontrol oleh otot dan fisik.
Sementara itu,
Moh. Surya (1997) mengemukakan bahwa hasil belajar akan tampak dalam :
1. Kebiasaan;
seperti : peserta didik belajar bahasa berkali-kali menghindari kecenderungan
penggunaan kata atau struktur yang keliru, sehingga akhirnya ia terbiasa dengan
penggunaan bahasa secara baik dan benar.
2. Keterampilan;
seperti : menulis dan berolah raga yang meskipun sifatnya motorik,
keterampilan-keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan
kesadaran yang tinggi.
3. Pengamatan;
yakni proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk
melalui indera-indera secara obyektif sehingga peserta didik mampu mencapai
pengertian yang benar.
4. Berfikir
asosiatif; yakni berfikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan
lainnya dengan menggunakan daya ingat.
5. Berfikir
rasional dan kritis yakni menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar
pengertian dalam menjawab pertanyaan kritis seperti “bagaimana” (how)
dan “mengapa” (why).
6. Sikap
yakni kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau
buruk terhadap orang atau barang tertentu sesuai dengan pengetahuan dan
keyakinan.
7. Inhibisi
(menghindari hal yang mubazir).
8. Apresiasi
(menghargai karya-karya bermutu).
9. Perilaku
afektif yakni perilaku yang bersangkutan dengan perasaan takut, marah,
sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was dan sebagainya.
Dalam mendorong
keberhasilan mewujudkan tujuan belajar, motivasi merupakan penentu yang sangat
penting, bagaikan bensin yang dapat menggerakan mesin mobil menuju tempat
tujuannya. Bagitulah arti penting motivasi, sebagaimana yang didefinisikan oleh
Elliot (2000) bahwa motivasi adalah keadaan internal yang menyebabkan
kita bertindak, mendorong kita pada arah tertentu, dan menjaga kita tetap
bersemangat pada aktivitas tertentu.Motivasi membantu siswa cepat memahami
pelajaran secara lebih baik sehingga mampu meraih tujuan belajar.
Berkaitan dengan
proses belajar siswa, motivasi belajar sangatlah diperlukan. Diyakini bahwa
hasil belajar akan meningkat kalau siswa mempunyai motivasi belajar yang kuat. Motivasi
belajar adalah keinginan siswa untuk mengambil bagian di dalam proses
pembelajaran (Linda S. Lumsden: 1994). Siswa pada dasarnya termotivasi
untuk melakukan suatu aktivitas untuk dirinya sendiri karena ingin mendapatkan
kesenangan dari pelajaran, atau merasa kebutuhannya terpenuh. Ada juga Siswa yang termotivasi melaksanakan
belajar dalam rangka memperoleh penghargaan atau menghindari hukuman dari luar
dirinya sendiri, seperti: nilai, tanda penghargaan, atau pujian guru (Marx
Lepper: 1988).
Menurut Hermine
Marshall Istilah motivasi belajar mempunyai arti yang sedikit berbeda. Ia
menggambarkan bahwa motivasi belajar adalah kebermaknaan, nilai, dan
keuntungan-keuntungan kegiatan belajar belajar tersebut cukup menarik bagi
siswa untuk melakukan kegiatan belajar. Pendapat lain motivasi belajar
itu ditandai oleh jangka panjang, kualitas keterlibatan di dalam pelajaran dan
kesanggupan untuk melakukan proses belajar ( Carole Ames: 1990).
Menurut
Ramayulis (2004 : 171) motivasi adalah suatu proses mengantarkan anak didik
kepada pengalaman yang diinginkan agar mereka dapat belajar. Sebagai proses,
motivasi mempunyai fungsi antara lain :
1.
Memberi semangat dan mengaktifkan murid agar tetap berminat dan siap untuk
belajar. Artinya seorang pendidik hendaknya tidak akan pernah berhenti memberi
motivasi kepada anaknya agar terus belajar
2. Memusatkan
perhatian anak pada tugas – tugas tertentu yang berhubungan dengan pencapaian
belajar. Artinya pendidik harus memberikan perhatian kepada anak dan
mengarahkan anak sesuai dengan bakat yang dimilikinya
3.
Membantu memenuhi kebutuhan akan hasil jangka pendek dan hasil jangka panjang.
Artinya pendidik hendaknya bisa memenuhi kebutuhan anak didiknya, baik yang
bersifat moril maupun materil dalam jangka waktu yang relatif panjang.
Dari uraian di
atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah kesanggupan untuk
melakukan kegiatan belajar karena didorong oleh keinginannya untuk memenuhi
kebutuhan dari dalam dirinya ataupun yang datang dari luar. Kegiatan itu
dilakukan dengan kesungguhan hati dan terus menerus dalam rangka mencapai
tujuan.
Menurut Oemar
Hamalik ( 2003 : 112 – 113 ) motivasi memiliki dua sifat, yaitu motivasi
intrinsik dan motivasi ekstrinsik.
1. Motivasi
intrinsik adalah motivasi yang tercakup dalam situasi belajar yang
bersumber dari kebutuhan dan tujuan – tujuan dari dalam diri sendiri. Motivasi
ini sering disebut motivasi murni atau motivasi yang sebenarnya, yang timbul
dari dalam diri peserta didik, misalnya keinginan mendapat keterampilan
tertentu, memperoleh informasi dan pemahaman, mengembangkan sikap untuk
berhasil. Motivasi ini timbul tanpa pengaruh dari luar dan hidup dalam diri
peserta didik dan berguna dalam situasi belajar yang fungsional.
2. Motivasi
ekstrinsik timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah
karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaaan dari orang lain sehingga dengan
keadaan demikian siswa mau melakukan sesuatu atau belajar. Motivasi ini
diperlukan, sebab pembelajaran di sekolah tidak semuanya menarik minat, atau
sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
Sebagian siswa
mungkin memiliki antusiasme dan motivasi tinggi terhadap pelajaran yang
diberikan guru. Namun, sebagian besar siswa yang lain membutuhkan guru
mereka menginspirasi, memberikan tantangan, dan menstimulasi mereka. Bagi siswa
yang bermotivasi diri rendah peranan guru sangat penting dalam meningkatkan
motivasi ekstrinsiknya. Karakter dan tindakan guru di ruang kelas dapat
mentransformasi derajat motivasi siswa sehingga menjadi lebih tinggi atau
sebaliknya.
Sebagian besar
siswa pada dasarnya akan merespon positif terhadap pengajaran kelas yang
terorganisir dan guru yang tulus mencurahkan perhatian saat mengajar. Setiap
aktivitas yang guru lakukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran secara
otomatis akan menambah motivasi belajar siswa. Tidak ada satu rumus dan formula
instan yang dapat digunakan untuk memotivasi siswa. Kecuali kita memahami bahwa
guru telah terdidik dan terlatih secara profesional dalam meningkatkan motivasi
siswa. Secara ideal guru telah disiapkan dan terampil membangun cita-cita
siswa.
Di samping guru,
banyaknya faktor yang mempengaruhi motivasi siswa dalam belajar. Seperti yang
diungkapkan oleh Bligh (1971) dan Sass (1989), motivasi siswa dalam belajar
dipengaruhi oleh :
1.
Ketertarikan siswa pada mata pelajaran.
2.
Persepsi siswa tentang penting atau tidaknya materi tersebut
3.
Semangat untuk meraih pencapaian
4.
Kepercayaan diri siswa
5. Penghargaan
diri siswa
6.
Pengakuan orang lain
7. Besar
kecilnya tantangan
8.
Kesabaran
9.
Ketekunan
10.
Tujuan hidup yang hendak siswa capai.
Masing-masing
siswa bisa dipengaruhi oleh faktor yang berbeda. Guru dapat mendorong siswa
menjadi pembelajar mandiri yang bermotivasi tinggi melalui tips dan strategi
berikut :
1. Menciptakan
iklim belajar yang terbuka dan positif dengan menitikberatkan pada
kebutuhan siswa saat ini, yaitu memenuhi apa yang menjadi motif awal
ketertarikan mereka pada materi pelajaran.
2. Membuat
siswa aktif berpartisipasi dalam pembelajaran. Siswa belajar dengan
melaksanakan tindakan (doing), membuat (making), menulis (writing), merancang
(designing), menciptakan (creating), dan memecahkan persoalan (solving).
Kepasifan akan mengurangi motivasi dan keingintahuan siswa.
3. Mengajak
siswa untuk menganalisis apa yang membuat kelas menjadi lebih atau kurang
termotivasi. Hasil penelitian menyimpulkan setidaknya ada delapan
karakteristik yang menjadi kontribusi utama pada motivasi siswa, yaitu :
a. Antusiasme guru
- Relevansi materi pelajaran
- Pengaturan pengajaran
- Kesesuaian tingkat kesulitan materi
- Keterlibatan aktif siswa
- Keberagaman
- Hubungan antara guru dan siswa
- Penggunaan contoh yang sesuai, kongkrit dan mudah dipahami
4.
Merancang tindakan pengajaran yang dapat memotivasi siswa
a. Menargetkan harapan yang tinggi
tetapi realistik pada siswa
1.
Membantu siswa merumuskan tujuan mereka
2.
Memberitahukan siswa apa yang perlu mereka lakukan agar
lulus mata pelajaran yang ada ajar dengan sukses
3.
Membantu siswa menemukan manfaat dan pentingnya materi
yang sedang dipelajari
4.
Memperkuat motivasi diri siswa
5.
Menghindari suasana kompetesi yang berlebihan antar
siswa. Lebih baik mengarahkan siswa ke kompetisi kerja tim
6.
Menunjukkan antusiasme Anda sebagai guru pada materi
pelajaran
5.
Merumuskan RPP yang dapat memotivasi siswa
a. Bertolak dari poin kekuatan dan
ketertarikan siswa
1.
Jika memungkinkan, memberikan pilihan pada siswa untuk
menentukan bagian materi yang akan dibahas lebih mendalam
2.
Meningkatkan level kesulitan belajar secara gradual
sejalan dengan perkembangan semester
3.
Memvariasikan cara Anda mengajar (role playing,
debates, brainstorming, discussion, demonstrations, case studies, audiovisual
presentations, guest speakers, atau small group work)
6.
Mengurangi penekanan ke nilai
a. Memberikan penekanan pada pemahaman
dan pembelajaran dibandingkan nilai
1.
Menghindari penggunaan nilai sebagai ancaman
2.
Merancang test yang mendorong siswa ke jenis
pembelajaran yang Anda ingin dicapai oleh siswa. Jika ingin siswa belajar
menghapal maka berikanlah soal hapalan. Namun, jika ingin siswa belajar
menganalisis dan mengevaluasi, berikanlah soal yang mengarah ke sana.
7.
Memotivasi siswa dengan menanggapi hasil kerja mereka
a. Memberikan umpan balik segera pada
siswa
1.
Memberikan penghargaan atas kesuksesan yang diraih
2.
Menginformasikan kesuksesan kerja yang diraih teman
mereka
3.
Memberikan feedback negatif secara spesifik.
Identifikasi kelemahan siswa terkait pada kinerjanya saat pengerjaan tugas,
bukan pada siswa secara personal.
4.
Menghindari komentar yang merendahkan diri siswa
sehingga membuat mereka merasa tidak cakap.
5.
Memberikan kesempatan bagi siswa untuk sukses dengan
cara menugaskan hal yang tidak terlalu mudah maupun terlalu sulit.
6.
Menghindari memberikan jawaban langsung pada pekerjaan
rumah siswa. Berikan kesempatan pada siswa untuk berjuang menemukan jawaban
7.
Membantu siswa merasa bahwa mereka adalah anggota yang
berharga dalam komunitas belajarnya
8.
Memotivasi siswa untuk membaca
a. Menugaskan siswa membaca materi
bacaan setidaknya dua sesi sebelum dilakukan diskusi
1.
Menugaskan siswa membuat pertanyaan dari bahan bacaan.
sebagai reward, guru dapat mempertimbangkan pertanyaan siswa sebagai bahan
ujian.
2.
Menugaskan siswa untuk menuliskan beberapa kalimat yang
dapat meringkas hasil bacaannya
3.
Memberikan pertanyaan sederhana namun mendalam tentang
bacaan tersebut. Sebagai contoh, Apakah kamu bisa memberikan satu atau dua poin
dari bahan bacaan yang kamu anggap penting? atau Menurut kamu sub bab apa yang
perlu kita review ulang dan diskusikan di kelas?
4.
Mengadakan sesi membaca bersama di kelas secara
bergantian
5.
menyiapkan ujian untuk bahan yang tidak sempat
didiskusikan
Dalam hal ini,
E. Mulyasa ( 2003) menekankan pentingnya upaya pengembangan aktivitas,
kreativitas, dan motivasi siswa di dalam proses pembelajaran.Dengan mengutip
pemikiran Gibbs, E. Mulyasa (2003) mengemukakan hal-hal yang perlu dilakukan
agar siswa lebih aktif dan kreatif dalam belajarnya, adalah:
1.
Dikembangkannya rasa percaya diri para siswa dan mengurangi rasa takut;
2.
Memberikan kesempatan kepada seluruh siswa untuk berkomunikasi ilmiah secara
bebas terarah;
3.
Melibatkan siswa dalam menentukan tujuan belajar dan evaluasinya;
4.
Memberikan pengawasan yang tidak terlalu ketat dan tidak otoriter;
5.
Melibatkan mereka secara aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran secara
keseluruhan.
Sementara itu,
Widada (1994) mengemukakan bahwa untuk meningkatkan aktivitas dan kreativitas
siswa, guru dapat menggunakan pendekatan sebagai berikut :
1. Self
esteem approach; guru memperhatikan pengembangan self esteem
(kesadaran akan harga diri) siswa.
2. Creative
approach; guru mengembangkan problem solving, brain storming, inquiry,
dan role playing.
3. Value
clarification and moral development approach; guru mengembangkan
pembelajaran dengan pendekatan holistik dan humanistik untuk mengembangkan
segenap potensi siswa menuju tercapainya self actualization, dalam
situasi ini pengembangan intelektual siswa akan mengiringi pengembangan seluruh
aspek kepribadian siswa, termasuk dalam hal etik dan moral.
4. Multiple
talent approach; guru mengupayakan pengembangan seluruh potensi siswa
untuk membangun self concept yang menunjang kesehatan mental.
5. Inquiry
approach; guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan
proses mental dalam menemukan konsep atau prinsip ilmiah serta meningkatkan
potensi intelektualnya.
6.
Pictorial riddle approach; guru mengembangkan metode untuk
mengembangkan motivasi dan minat siswa dalam diskusi kelompok kecil guna
membantu meningkatkan kemampuan berfikir kritis dan kreatif.
7. Synetics
approach; guru lebih memusatkan perhatian pada kompetensi siswa untuk
mengembangkan berbagai bentuk metaphor untuk membuka inteligensinya dan
mengembangkan kreativitasnya. Kegiatan pembelajaran dimulai dengan kegiatan
yang tidak rasional, kemudian berkembang menuju penemuan dan pemecahan masalah
secara rasional.
Sedangkan
untuk membangkitkan motivasi belajar siswa, menurut E.
Mulyasa (2003) perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Bahwa
siswa akan belajar lebih giat apabila topik yang dipelajarinya menarik dan
berguna bagi dirinya;
2. Tujuan
pembelajaran harus disusun dengan jelas dan diinformasikan kepada siswa
sehingga mereka mengetahui tujuan belajar yang hendak dicapai. Siswa juga
dilibatkan dalam penyusunan tersebut;
3. Siswa
harus selalu diberitahu tentang hasil belajarnya;
4. Pemberian
pujian dan hadiah lebih baik daripada hukuman, namun sewaktu-waktu hukuman juga
diperlukan;
5. Manfaatkan
sikap-sikap, cita-cita dan rasa ingin tahu siswa;
6. Usahakan
untuk memperhatikan perbedaan individual siswa, seperti : perbedaan kemampuan,
latar belakang dan sikap terhadap sekolah atau subyek tertentu;
7.
Usahakan untuk memenuhi kebutuhan siswa dengan jalan memperhatikan kondisi
fisiknya, rasa aman, menunjukkan bahwa guru peduli terhadap mereka, mengatur
pengalaman belajar sedemikian rupa sehingga siswa memperoleh kepuasan dan
penghargaan, serta mengarahkan pengalaman belajar kearah keberhasilan, sehingga
mencapai prestasi dan mempunyai kepercayaan diri.
Terlepas
dari kompleksitas dalam kegiatan pemotivasian tersebut, dengan merujuk pada
pemikiran Wina Senjaya (2008), di bawah ini dikemukakan beberapa petunjuk umum
bagi guru dalam rangka meningkatkan motivasi belajar siswa
1. Memperjelas tujuan yang ingin dicapai.
Tujuan yang jelas dapat membuat siswa
paham ke arah mana ia ingin dibawa. Pemahaman siswa tentang tujuan pembelajaran
dapat menumbuhkan minat siswa untuk belajar yang pada gilirannya dapat
meningkatkan motivasi belajar mereka. Semakin jelas tujuan yang ingin dicapai,
maka akan semakin kuat motivasi belajar siswa. Oleh sebab itu, sebelum proses
pembelajaran dimulai hendaknya guru menjelaskan terlebih dulu tujuan yang ingin
dicapai. Dalam hal ini, para siswa pun seyogyanya dapat dilibatkan untuk
bersama-sama merumuskan tujuan belajar beserta cara-cara untuk mencapainya.
2.
Membangkitkan minat siswa.
Siswa akan terdorong untuk belajar
manakala mereka memiliki minat untuk belajar. Oleh sebab itu, mengembangkan
minat belajar siswa merupakan salah satu teknik dalam mengembangkan motivasi
belajar. Beberapa cara dapat dilakukan untuk membangkitkan minat belajar siswa,
diantaranya :
a.
Hubungkan bahan pelajaran yang akan diajarkan dengan kebutuhan siswa. Minat
siswa akan tumbuh manakala ia dapat menangkap bahwa materi pelajaran itu
berguna untuk kehidupannya. Dengan demikian guru perlu enjelaskan keterkaitan
materi pelajaran dengan kebutuhan siswa.
1.
Sesuaikan materi pelajaran dengan tingkat pengalaman
dan kemampuan siswa. Materi pelaaran yang terlalu sulit untuk dipelajari atau
materi pelajaran yang jauh dari pengalaman siswa, akan tidak diminati oleh
siswa. Materi pelajaran yang terlalu sulit tidak akan dapat diikuti dengan
baik, yang dapat menimbulkan siswa akan gagal mencapai hasil yang optimal; dan
kegagalan itu dapat membunuh minat siswa untuk belajar. Biasanya minat siswa
akan tumbuh kalau ia mendapatkan kesuksesan dalam belajar.
2.
Gunakan berbagai model dan strategi pembelajaran secara
bervariasi, misalnya diskusi, kerja kelompok, eksperimen, demonstrasi, dan
lain-lain.
3.
Ciptakan suasana yang menyenangkan dalam belajar.
Siswa hanya mungkin dapat belajar dengan
baik manakala ada dalam suasana yang menyenangkan, merasa aman, bebas dari rasa
takut. Usahakan agar kelas selamanya dalam suasana hidup dan segar, terbebas
dari rasa tegang. Untuk itu guru sekali-sekali dapat melakukan hal-hal yang
lucu.
4.
Berilah pujian yang wajar terhadap setiap keberhasilan siswa.
Motivasi akan tumbuh manakala siswa
merasa dihargai. Memberikanpujian yang wajar merupakan salah satu cara yang
dapat dilakukan untuk memberikan penghargaan. Pujian tidak selamanya harus
dengan kata-kata. Pujian sebagain penghargaan dapat dilakukan dengan isyarat,
misalnya senyuman dan anggukan yang wajar, atau mungkin dengan tatapan mata
yang meyakinkan.
5.
Berikan penilaian.
Banyak siswa yang belajar karena ingin
memperoleh nilai bagus. Untuk itu mereka belajar dengan giat. Bagi sebagian
siswa nilai dapat menjadi motivasi yang kuat untuk belajar. Oleh karena itu,
penilaian harus dilakukan dengan segera agar siswa secepat mungkin mengetahui
hasil kerjanya. Penilaian harus dilakukan secara objektif sesuai dengan kemampuan
siswa masing-masing.
6.
Berilah komentar terhadap hasil pekerjaan siswa.
Siswa butuh penghargaan. Penghargaan bisa
dilakukan dengan memberikan komentar positif. Setelah siswa selesai mengerjakan
suatu tugas, sebaiknya berikan komentar secepatnya, misalnya dengan memberikan
tulisan “bagus” atau “teruskan pekerjaanmu” dan lain sebagainya. Komentar yang
positif dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
7.
Ciptakan persaingan dan kerja sama.
Persaingan yang sehat dapat memberikan
pengaruh yang baik untuk keberhasilan proses pembelajaran siswa. Melalui
persaingan siswa dimungkinkan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memperoleh
hasil yang terbaik. Oleh sebab itu, guru harus mendesain pembelajaran yang
memungkinkan siswa untuk bersaing baik antara kelompok maupun antar-individu.
Namun demikian, diakui persaingan tidak selamanya menguntungkan, terutama untuk
siswa yang memang dirasakan tidak mampu untuk bersaing, oleh sebab itu
pendekatan cooperative learning dapat dipertimbangkan untuk menciptakan
persaingan antarkelompok.
Uraian di atas
mendeskripsikan secara singkat mengenai tips dan strategi memotivasi siswa agar
tujuan belajar mereka tidak hanya berorientasi kepada nilai saja dalam belajar.
Tentunya rekan-rekan guru memiliki pengalaman dan permasalahan yang lebih nyata
di lapangan. Semoga kita dapat mengembangkan motivasi guru untuk lebih kreatif
dan inovatif dalam melaksanakan tugas mendidik siswa sehingga produk belajar
siswa Indonesia
bisa lebih kompetitif di tengah persaingan mutu internasional.
Daftar Pustaka
1. Antonio,
S.M. 2008. Muhammad SAW : The Super Leader Super Manager. Jakarta : Tazkia Publishing
2. Baharuddin,
2009. Pendidikan dan Psikologi Perkembangan. Yogyakarta
: Ar-Ruzz Media
3.
Danim, Sudarwan. 2010. Profesionalisasi dan Etika Profesi Guru. Bandung : Alfabeta
4. Djamarah,
S.B. 2008. Psikologi Belajar : Edisi 2. Jakarta
: Rineka Cipta
5. Iim
Waliman, dkk. 2001. Pengajaran Demokratis (Modul Manajemen Berbasis Sekolah). Bandung : Dinas
Pendidikan Provinsi Jawa Barat
6.
Isnawati, N. 2010. Guru Positif – Motivatif. Yogyakarta
: Laksana
7.
Mulyasa, E. 2008. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
8. Thoha,
Miftah. 2008. Perilaku Organisasi : Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta : PT RajaGrafindo
persada
9. Nasution,
S. 2005. Asas – Asas Kurikulum. Jakarta
: Bumi Aksara
10. Smith,
M.K. 2009. Teori Pembelajaran dan Pengajaran. Terjemahan Abdul Qodir Shaleh. Yogyakarta : Mirza Media Pustaka
11.
Soemanto, Wasty. 2006. Psikologi Pendidikan : Landasan Kerja Pemimpin
Pendidikan. Jakarta
: Rineka Cipta
12.
Syah, D; Supardi ; dan Muslihah, E. 2009. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Diadit Media
13.
Syah, Muhibbin. 2009. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
14.
Syah, Muhibbin. 2010. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung :
Remaja</div>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar